Daerah Istimewa Yogyakarta adalah
Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan bekas
(Negara) Kesultanan Yogyakarta dan
[Negara] Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan
Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah dan
Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km
2
ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi
menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk
2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404
laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk
sebesar 1.084 jiwa per km2
[5].
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu
panjang menyebabkan sering terjadinya penyingkatan nomenkaltur menjadi
DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa ini sering diidentikkan dengan
Kota Yogyakarta
sehingga secara kurang tepat disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta,
Jogjakarta. Walaupun memiliki luas terkecil ke dua setelah Provinsi
DKI Jakarta,
Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional dan internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tempat tujuan wisata andalan setelah
Provinsi Bali. Selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah terparah akibat
bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 dan
erupsi Gunung Merapi pada medio Oktober-November 2010.
Sejarah
Yogyakarta sebelum tahun 1945 dengan enklave-enklave Surakarta dan Mangkunagaran
[6] Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut
Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja, yaitu
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan
Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar
Sultan Hamengku Buwono I pada tahun
1755,
sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo
(saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I
pada tahun 1813. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan dan
Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri
yang dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik yang terakhir
Kasultanan tercantum dalam
Staatsblaad 1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam
Staatsblaad
1941 Nomor 577. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat
pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan
Belanda,
Inggris, maupun
Jepang.
Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah
siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem
pemerintahannya (susunan asli), wilayah dan penduduknya.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI),
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan
Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada
Presiden RI,
bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi
wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan
sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan
dalam:
- Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
- Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah).
- Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai
Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18
Undang-undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959
Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini
masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi
Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten
Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah,
dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan
terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting. Terbukti pada tanggal
4 Januari 1946 sampai dengan tanggal
27 Desember 1949[7] pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Tanggal
4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun
2010. Pada saat ini
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh
Sri Sultan Hamengku Buwono X dan
Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh
Sri Paku Alam IX,
yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai
budaya dan adat istiadat
Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.
Geografi
Rupa bumi yang berbentuk gunung api
[8] DIY terletak di bagian tengah-selatan
Pulau Jawa,
secara geografis terletak pada 7o3’-8o12’ Lintang Selatan dan
110o00’-110o50’ Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat
dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi
Gunungapi Merapi, satuan fisiografi
Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi
Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.
Satuan fisiografi
Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran
fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan
vulkanik, meliputi Sleman,
Kota Yogyakarta
dan sebagian Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan
daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan
bentang alam ini terletak di
Sleman
bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan
karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian,
pendidikan, dan pariwisata.
Karts mendominasi struktur rupa bumi di wilayah Gunungkidul bagian selatan
Satuan
Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah
Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping (
limestone) dan bentang alam
karst yang tandus dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan
Wonosari (
Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi
Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses
solusional
(pelarutan), dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai
karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.
Satuan
Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural
denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam dan potensi air tanah kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan
fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran
aluvial,
membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul
yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah
yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan
marin dan
eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan
marin dan
eolin di
Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.
Dataran Pantai Parangtritis
Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran
penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial
ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang.
Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran
fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah
Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi
dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga
merupakan wilayah yang lebih maju dan berkembang.
Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS
Progo di barat dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup
terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang,
Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajah Wong,
Sungai Opak, dan Sungai Oya.
Ekonomi
Pasar tradisional sebagai pusat perekonomian yang berbasis kerakyatan
Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi sektor
Investasi; Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM; Pertanian;
Ketahanan Pangan; Kehutanan dan Perkebunan; Perikanan dan Kelautan;
Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Pariwisata.
Penanaman modal dan industri
Penanaman modal di DIY dilaksanakan melalui program peningkatan
promosi dan kerja sama investasi serta program peningkatan iklim
investasi dan realisasi investasi. Capaian investasi total pada tahun
2010 mencapai Rp 4.580.972.827.244,00 dengan rincian
PMDN sebesar Rp 1.884.925.869.797,00 dan
PMA sebesar 2.696.046.957.447,00
[9].
Unit usaha di DIY pada tahun 2010 ada sekitar 78.122 unit dengan
penyerapan tenaga kerja sebesar 292.625 orang dan nilai investasi
sebesar Rp. 878.063.496.000,00
[10].
Perdagangan dan UKM
[11] Varian produk ekspor DIY andalan meliputi produk olahan
kulit, tekstil dan kayu. Pakaian jadi
tekstil
dan mebel kayu merupakan produk yang mempunyai nilai ekspor tertinggi.
Namun demikian secara umum ekspor ke mancanegara didominasi oleh
produk-produk yang dihasilkan dengan nilai seni dan kreatif tinggi yang
padat karya (
labor intensive). Program pembangunan dalam mengembangkan
koperasi dan
UKM
di DIY, salah satunya adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan
menengah yang disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah
pusat. Salah satu upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra)
karena upaya ini lebih efektif dan efisien, di samping itu dengan sentra
akan banyak melibatkan usaha mikro dan kecil. Pada 2010 tercatat
koperasi aktif sebanyak 1.926 koperasi dan UKM tercatat 13.998 unit
usaha
[12].
Pertanian dan kehutanan
Pertanian tetap menjadi andalan
[13]
Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di Provinsi DIY
yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu
indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu
wilayah. Pada 2010 NTP sebesar 112,74%
[14]. Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama
hak asasi manusia.
Secara umum ketersediaan pangan di Provinsi DIY cukup karena berkaitan
dengan musim panen sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh
pemerintah. Pemenuhan kebutuhan
ikan
di DIY dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk
perikanan tangkap dilakukan melalui pengembangan pelabuhan perikanan
Sadeng dan
Glagah.
Produksi perikanan budidaya tahun 2010 mencapai 39.032 ton dan
perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan konsumsi ikan sebesar 22,06
kg/kap/tahun
[15].
Hutan
di Provinsi DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian besar
berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan di DIY
pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar
9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94%
[16].
Sektor perkebunan, dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial
di DIY adalah kelapa dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam
rangka pengutuhan tanaman memenuhi skala ekonomi serta peningkatan
produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan
pendapatan petani.
ESDM
[17] Sumber daya mineral atau
tambang yang ada di DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping,
kalsit,
kaolin, dan
zeolin serta
breksi batu apung. Selain bahan galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa
Batu Bara. Batu bara ini sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa
Pasir Besi (Fe),
Mangan (Mn),
Barit (Ba), dan
Emas (Au) yang terdapat di
Kabupaten Kulon Progo . Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik, minyak dan gas di Provinsi DIY dipasok oleh PT. PLN dan PT Pertamina
Pariwisata
Museum Hamengku Buwono IX di dalam kompleks Keraton Yogyakarta, sebuah tujuan wisata
[18] Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya objek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan
wisatawan,
baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Pada 2010
tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian
152.843 dari mancanegara dan 1.304.137 orang dari nusantara
[19]. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (
Meeting,
Incentive,
Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort,
hotel, dan
restoran.
Tercatat ada 37 hotel berbintang dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY
pada 2010. Adapun penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun
atau sekitar 12 kali per hari
[20].
Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta
didukung oleh kreativitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat
DIY mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang
menjanjikan. Pada tahun 2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51 di
antaranya yang layak dikunjungi. Tiga desa wisata di kabupaten Sleman
hancur terkena
erupsi gunung Merapi sedang 14 lainnya rusak ringan
[21].
Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi objek
wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat
signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum
bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel
dan restoran; serta pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek
pengganda (
multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan
disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan
tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat
signifikan.
Sosial budaya
Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain
meliputi Kependudukan; Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Kesejahteraan
Sosial; Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan
Kependudukan dan tenaga kerja
[22]Laju
pertumbuhan penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak 135.915 jiwa atau
kenaikan rata-rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan Hidup (UHH)
penduduk di DIY menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 72,4 tahun
pada tahun 2002 menjadi 72,9 tahun pada tahun 2005. Ditinjau dari sisi
distribusi penduduk menurut usia, terlihat kecenderungan yang semakin
meningkat pada penduduk usia di atas 60 tahun.
Proporsi distribusi peduduk berdasarkan usia produktif memiliki akibat pada sektor tenaga kerja.
Angkatan kerja di DIY pada 2010 sebesar 71,41%
[23].
Di sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor
pertanian kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Sektor yang
potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor perdagangan dan
industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan. Pengangguran
di DIY menjadi problematika sosial yang cukup serius karena karakter
pengangguran DIY menyangkut sebagian tenaga-tenaga profesional dengan
tingkat
pendidikan tinggi.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah kependudukan dan ketenagakerjaan adalah dengan mengadakan program
transmigrasi.
Pelaksanaan pemberangkatan transmigran asal DIY sampai pada tahun 2008
melalui program transmigrasi sejumlah 76.495 KK atau 274.926 jiwa.
Ditinjau dari pola transmigrasi sudah mencerminkan partisipasi dan
keswadayaan masyarakat, melalui Transmigrasi Umum (TU), Transmigrasi
Swakarsa Berbantuan (TSB) dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Untuk
pensebarannya sudah mencakup hampir seluruh provinsi. Rasio jumlah
tansmigran swakarsa mandiri pada 2010 mencapai 20% dari total
transmigran yang diberangkatkan
[24].
Kesejahteraan dan kesehatan
Sebagai salah satu aspek yang penting dalam kehidupan, pembangunan
kesehatan menjadi salah satu instrumen di dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007 jumlah keluarga miskin sebanyak
275.110 RTM dan menerima bantuan raskin dari pemerintah pusat (meningkat
27 persen dibanding periode tahun 2006 sebanyak 216.536 RTM). Penduduk
DIY menurut tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada tahun 2007
kelompok pra sejahtera 21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II 23,69%;
Sejahtera III 26,83%; dan Sejahtera III plus 5,66% . Tingkat
kesejahteraan pada tahun 2010 meningkat dengan penurunan persentase
penduduk miskin menjadi 16,83%
[25].
Arah pembangunan kesehatan di DIY secara umum adalah untuk mewujudkan
Provinsi DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang tinggi
tidak hanya dalam batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran
internasional khususnya
Asia Tenggara
dengan mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat,
peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikan
DIY sebagai pusat mutu dalam pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan
kesehatan serta konsultasi kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar
Nasional Tahun 2010 menempatkan DIY sebagai provinsi dengan indikator
kesehatan terbaik dan paling siap dalam mencapai MDG’s
[26].
Pada tahun 2010 capaian indikator kesehatan untuk umur harapan hidup
berada pada level usia 74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar
18/1000 KH, angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH, dan angka kematian
ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH. Prevalensi gizi buruk sebesar
0.70%, Cakupan Rawat Jalan
Puskesmas 16% sedangkan Cakupan Rawat Inap
Rumah Sakit sebesar 1,32%
[27].
Dari 118 Puskesmas, 20% puskesmas telah menerapkan sistem manajemen
mutu melalui pendekatan ISO 9001:200; 7% rumah sakit telah menerapkan
ISO 9001:200; 25% rumah sakit di DIY telah terakreditasi dengan 5
standar; 17% RS terakreditasi dengan 12 standar; dan 5% RS telah
terakreditasi dengan 16 standar pelayanan. Sarana pelayanan kesehatan
yang memiliki unit pelayanan gawat darurat meningkat menjadi 40% dan RS
dengan pelayanan kesehatan jiwa meningkat menjadi 9%. Meskipun demikian
cakupan rawat jalan tahun 2006 baru mencapai 10% (nasional 15%)
sementara untuk rawat inap 1,2% (nasional 1,5%). Rasio pelayanan
kesehatan dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Unit Pelaksana
Teknis Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota telah mencapai
100%. Rasio
dokter
umum per 100.000 penduduk menunjukkan tren meningkat sebesar 39,64 pada
tahun 2006. Adapun program jamkesos tahun 2010 dianggarkan Rp.
34.978.592.000,00
[28].
Penyakit jantung dan
stroke
telah menjadi pembunuh nomor satu di DIY sementara faktor risiko
penyakit jantung penduduk DIY ternyata cukup tinggi. Rumah tangga di DIY
yang tidak bebas asap
rokok sebesar 56%, sedangkan
remaja
yang perokok aktif sebesar 9,3%. Sebanyak 52% penduduk DIY kurang
melakukan aktivitas olahraga dan hanya 19,8% penduduk DIY yang
mengkonsumsi serat mencukupi. Dalam tiga tahun terakhir angka obesitas
pada anak-anak di DIY meningkat hampir 7%.
Pendidikan
[29]Penyebaran sekolah untuk jenjang
SD/
MI
sampai Sekolah Menengah sudah merata dan menjangkau seluruh wilayah
sampai ke pelosok desa. Jumlah SD/MI yang ada di Provinsi DIY pada tahun
2008 adalah sejumlah 2.035,
SMP/
MTs/SMP Terbuka sejumlah 529, dan
SMA/
MA/
SMK
sejumlah 381 sekolah negeri maupun swasta. Ketersediaan ruang belajar
dapat dikatakan sudah memadai dengan rasio siswa per kelas untuk SD/MI:
22, SMP/MTs: 33, SMA/MA/SMK: 31. Sedangkan tingkat ketersediaan guru di
Provinsi DIY juga cukup memadai dengan rasio siswa per guru untuk SD/MI:
13, SMP/MTs: 11, SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010 pembinaan
guru
jenjang SD/MI sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi dari total
24.093 guru. Jenjang SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi
kualifikasi dari total 12.971 guru. Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru
telah memenuhi kualifikasi dari total 15.067 guru
[30].
Para lulusan jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke SMP/MTs, sejalan kebijakan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
yang dicanangkan pemerintah. Pada tahun 2010, angka kelulusan SD/MI
mencapai 96,47%, SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar 88,98%.
Sedangkan angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 0,07% untuk
SD/MI; 0,17% untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK
[31].
Sementara itu jumlah perguruan tinggi di Provinsi DIY baik negeri,
swasta maupun kedinasan seluruhnya sebanyak 136 institusi dengan rincian
21
universitas, 5
institut, 41
sekolah tinggi, 8
politeknik dan 61
akademi yang diasuh oleh 9.736
dosen.
Kebudayaan
Wujud cagar budaya yang masih dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Hindu Indonesia
[32]DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang
tangible (fisik) maupun yang
intangible
(non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar
budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang
intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang
tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya
peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai
institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya,
merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat
dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat
tradisi. Selain itu, Provinsi DIY juga mempunyai 30
museum,
yang dua di antaranya yaitu Museum Ullen Sentalu dan Museum Sonobudoyo
diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase benda
cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, seangkan
kunjungan ke museum mencapai 6,42%
[33].
Keagamaan
[34]Penduduk
DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 90,96%, selebihnya beragama
Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sarana ibadah terus mengalami
perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari 6214
masjid, 3413 langgar, 1877 musholla, 218
gereja, 139 kapel, 25 kuil/
pura dan 24
vihara/klenteng. Jumlah
pondok pesantren
pada tahun 2006 sebanyak 260, dengan 260 kyai dan 2.694 ustadz serta
38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah baik negeri maupun swasta
terdiri dari 148
madrasah ibtidaiyah, 84
madrasah tsanawiyah dan 35
madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan juga dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah
haji dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji.
Suku bangsa
Suku Bangsa di DIY, yaitu:
[35]
1 |
Jawa |
3.020.157 |
96,82% |
2 |
Sunda |
17.539 |
0,56% |
3 |
Melayu |
10.706 |
0,34% |
4 |
Tionghoa |
9.942 |
0,32% |
5 |
Batak |
7.890 |
0,25% |
6 |
Minangkabau |
3.504 |
0,11% |
7 |
Bali |
3.076 |
0,10% |
8 |
Madura |
2.739 |
0,09% |
9 |
Banjar |
2.639 |
0,08% |
10 |
Bugis |
2.208 |
0,07% |
11 |
Betawi |
2.018 |
0,06% |
12 |
Banten |
156 |
0,01% |
13 |
Lain-lain |
36.769 |
1,18% |
Tata ruang dan infrastruktur
Tugu Pal Putih, salah satu
landmark tertua yang menandai tata ruang DIY, Gunung Merapi-Tugu-Keraton-Panggung Krapyak-Laut selatan
Kondisi bentang alam DIY yang beragam dan aspek filosofi kebudayaan
memengaruhi pengembangan tata ruang/wilayah dan pembangunan
infrastruktur di DIY.
Tata ruang
[36]Model yang digunakan dalam tata ruang wilayah DIY adalah
corridor development
atau disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu
koridor tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta dan jalan koridor
sekitarnya. Dalam konteks ini, aspek pengendalian dan pengarahan
pembangunan dilakukan lebih menonjol dalam koridor prioritas, terhadap
kegiatan investasi swasta, dibandingkan dengan investasi pembangunan
oleh pemerintah yang dengan sendirinya harus terkendali. Untuk mendukung
aksesibilitas global wilayah DIY, maka diarahkan pengembangan
pusat-pusat pelayanan antara lain Pusat Kegiatan Nasional (PKN)/Kota
Yogyakarta, Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, PKW Bantul, dan Pusat
Kegiatan Lokal (PKL). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW
Prov DIY 2009-2029 mengatur pengembangan tata ruang di DIY. Penataan
ruang ini juga memiliki keterkaitan dengan mitigasi bencana di DIY.
Prasarana
[37]Prasarana jalan yang tersedia di Provinsi DIY tahun 2007 meliputi
Jalan Nasional (168,81 Km),
Jalan Provinsi (690,25 Km), dan
Jalan Kabupaten
(3.968,88 Km), dengan jumlah jembatan yang tersedia sebanyak 114 buah
dengan total panjang 4.664,13 meter untuk jembatan nasional dan 215 buah
dengan total panjang 4.991,3 meter untuk jembatan provinsi. Di wilayah
perkotaan, dengan kondisi kendaraan bermotor yang semakin meningkat
(rata-rata tumbuh 13% per tahun), sedangkan kondisi jalan terbatas, maka
telah mengakibatkan terjadinya kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas
dan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terus meningkat setiap tahun.
Transportasi
Salah satu transportasi yang dikembangkan di DIY
[38]Pelayanan angkutan kereta api pemberangkatan dan kedatangan berpusat di
Stasiun Kereta Api Tugu untuk kelas eksekutif dan bisnis, sedangkan
Stasiun Lempuyangan
untuk melayani angkutan penumpang kelas ekonomi dan barang. Saat ini
untuk meningkatkan layanan jalur Timur-Barat sudah dibangun jalur ganda (
double track) dari
Stasiun Solo Balapan sampai
Stasiun Kutoarjo.
Berkaitan dengan keselamatan lalulintas, permasalahan yang berkaitan
dengan layanan angkutan kereta api antara lain masih banyak perlintasan
yang tidak dijaga. Selain kerata api, Pemprov DIY mengembangkan layanan
Bus Trans Jogja yang menjadi prototipe layanan angkutan massal di masa
mendatang.
Untuk angkutan
sungai,
danau dan penyeberangan,
Waduk Sermo yang terletak di
Kabupaten Kulon Progo
yang memiliki luas areal 1,57 km² dan mempunyai keliling ± 20 km
menyebabkan terpisahnya hubungan lintas darat antara desa di sisi waduk
dengan desa lain di seberangnya. Di sektor transportasi laut di Provinsi
DIY terdapat Tempat Pendaratan Kapal (TPK) yang berfungsi sebagai
pendaratan kapal pendaratan pencari ikan dan tempat wisata pantai.
Terdapat 19 titik TPK yang dilayani oleh ± 450 kapal nelayan.
Di sektor transportasi udara,
Bandara Adisutjipto
yang telah menjadi bandara internasional sejak 2004 menjadi pintu masuk
transportasi udara bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik domestik
maupun internasional. Keterbatasan fasilitas sisi udara dan darat yang
berada di Bandara Adisutjipto menyebabkan fungsi Bandara Adisutjipto
sebagai gerbang wilayah selatan Pulau Jawa tidak dapat optimal. Status
bandara yang “enclave civil” menyebabkan landas pacu yang ada
dimanfaatkan untuk dua kepentingan yakni penerbangan sipil dan latihan
terbang militer.
Mitigasi bencana
Korban harta benda di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi
[39]Terkait
dengan potensi bencana alam, penanggulangan bencana memegang peranan
yang sangat penting, baik pada saat sebelum, saat, dan sesudah
terjadinya bencana. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bencana dapat dilihat sebagai interaksi antara ancaman bahaya
dengan kerentanan masyarakat dan kurangnya kapasitas untuk
menangkalnya. Penanggulangan bencana diarahkan pada bagaimana mengelola
risiko bencana sehingga dampak bencana dapat dikurangi atau dihilangkan
sama sekali.
Secara
geologis DIY merupakan salah satu wilayah di
Indonesia yang rawan terhadap bencana alam. Potensi bencana alam yang berkaitan dengan bahaya geologi yang meliputi:
- Bahaya alam Gunung Merapi, mengancam wilayah Kabupaten Sleman bagian utara dan wilayah-wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi;
- Bahaya gerakan tanah/batuan dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng Pegunungan Kulon Progo
yang mengancam di wilayah Kulon Progo bagian utara dan barat, serta
pada lereng Pengunungan Selatan (Baturagung) yang mengancam wilayah
Kabupaten Gunungkidul bagian utara dan bagian timur wilayah Kabupaten
Bantul.
- Bahaya banjir, terutama berpotensi mengancam daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul;
- Bahaya kekeringan berpotensi terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian selatan, khususnya pada kawasan bentang alam karst;
- Bahaya tsunami, berpotensi terjadi di daerah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul, khususnya pada pantai dengan elevasi (ketinggian) kurang dari 30m dari permukaan air laut.
- Bahaya alam akibat angin
berpotensi terjadi di wilayah pantai selatan Kabupaten Kulon Progo,
Kabupaten Bantul, dan daerah-daerah Kabupaten Sleman bagian utara, serta
wilayah perkotaan Yogyakarta;
- Bahaya gempa bumi, berpotensi terjadi di wilayah DIY, baik gempa bumi tektonik maupun vulkanik. Gempa bumi tektonik berpotensi terjadi karena wilayah DIY berdekatan dengan kawasan tumbukan lempeng (subduction zone) di dasar Samudra Indonesia
yang berada di sebelah selatan DIY. Selain itu secara geologi di
wilayah DIY terdapat beberapa patahan yang diduga aktif. Wilayah dataran
rendah yang tersusun oleh sedimen lepas, terutama hasil endapan sungai,
merupakan wilayah yang rentan mengalami goncangan akibat gempa bumi.
Pemerintahan Daerah Istimewa
Daerah Istimewa Yogyakarta 1945
Asal Usul
Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan metamorfosis dari
Pemerintahan Negara Kesultanan Yogyakarta dan
Pemerintahan Negara Kadipaten Pakualaman, khususnya bagian
Parentah Jawi yang semula dipimpin oleh
Pepatih Dalem untuk Negara Kesultanan Yogyakarta dan
Pepatih Pakualaman untuk Negara Kadipaten Pakualaman. Oleh karena itu Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hubungan yang kuat dengan
Keraton Yogyakarta maupun
Puro Paku Alaman. Sehingga tidak mengherankan banyak pegawai negeri sipil daerah yang juga menjadi
Abdidalem Keprajan
Keraton maupun Puro. Walau demikian mekanisme perekrutan calon pegawai
negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai mekanisme peraturan
perundang-undangan yang berlaku.