KI GEDE ING SURO
Kompleks
pemakaman kuno ini sekarang menjadi bagian dari jalur hijau (green barrier)
PT Pusri. Di kompleks pemakaman yang masuk dalam wilayah administratif
Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan IT II ini, terdapat delapan bangunan dengan
jumlah makam keseluruhan 38 buah. Salah satu tokoh yang dimakamkan di
kompleks pemakaman yang dibangun sekitar pertengahan abad XVI ini adalah Ki
Gede Ing Suro. Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu
dari 24 bangsawan (bekas Demak yang menyingkir ke Palembang setelah terjadi
kekacauan di kerajaan Islam besar di Pulau Jawa itu.Kekisruhan ini merupakan
rangkaian panjang dari sejarah kerajaan terbesar di Nusantara (setelah
Sriwijaya), yaitu Majapahit.
Raden Fatah yang lahir di Palembang adalah putra Raja Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Raden Fatah yang lahir dari Putri Cina (ada yang menyebutnya Putri Champa) setelah istri Brawijaya itu dikirim ke Palembang dan diberikan kepada putra Brawijaya, Ariodamar atau Ario Abdillah atau Ario Dillah. Setelah dewasa, Raden Fatah bersama Raden Kusen, putra Ario Dillah dengan Putri Cina dikirim kembali ke Majapahit. Oleh Brawijaya V, Raden Fatah diperintahkan untuk menetap di Demak atau Bintoro sedangkan adiknya lain bapak, Raden Kusen, diangkat sebagai Adipati di Terung. Pada masa menjelang akhir abad XV ini, Islam di Pulau Jawa mulai kuat. Saat terjadi penyerbuan oleh orang Islam terhadap Majapahit, prajurit kerajaan Hindu itu kalah dan Raja Brawijaya V menyingkir hingga kemudian mangkat. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Majapahit.
Setelah
keruntuhan Majapahit, Sunan Ngampel Denta (wali tertua dalam Walisongo)
menetapkan Raden Fatah sebagai Raja Jawa menggantikan ayahnya. Tentu saja,
dengan pemerintahan Islam. Raden Fatah, dibantu para wali, kemudian
memindahkan pusat kekuasaan dari Surabaya ke Demak sekaligus menyebarkan
agama Islam di daerah ini. Atas bantuan penguasa dan rakyat di daerah yang
sudah lepas dari Majapahit, antara lain Tuban, Gresik, Jepara, Raden Fatah
mendirikan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1481 M. Dia menjadi raja
pertama dengan gelar Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin
Panata Agama.
Raden
Fatah yang wafat sekitar tahun 1518 M, digantikan putranya, Pati Unus atau
Pangeran Sabrang Lor yang wafat tahun 1521 M. Pengganti Pati Unus adalah
Pangeran Trenggono (wafat tahun 1546 M). Wafatnya Sultan ketiga Demak ini merupakan
awal dari kisruh berkepanjangan di kerajaan Islam yang sempat berpengaruh
besar di Nusantara itu.
Tahta
kerajaan menjadi rebutan antara saudara Trenggono dengan putranya.
Saudaranya, yang dikenal sebagai Pangeran Seda Ing Lepen dibunuh putra
Trenggono, Pangeran Prawata. Prahara berlanjut dengan pembunuhan terhadap
Prawata oleh Putra Seda Ing Lepen, Arya Penangsang atau Arya Jipang pada
tahun 1549 M.
Menantu Trenggono, Pangeran Kalinyamat, juga dibunuh. Arya Penangsang akhirnya wafat dibunuh Adiwijaya menantu Trenggono yang terkenal sebagai Jaka Tingkir, Adipati penguasa Pajang ini kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Pajang. Dengan demikian, berakhir pulalah kekuasaan Demak pada tahun 1546 M setelah berjaya selama 65 tahun. Akibat kemelut itu, sebanyak 24 orang keturunan Sultan Trenggono (artinya, keturunan Raden Fatah juga) hijrah ke Palembang di bawah pimpinan Ki Gede Sido Ing Lautan. Setelah Ki Gede Sido Ing Lautan yang sempat berkuasa di Palembang wafat, digantikan putranya, Ki Gede Ing Suro. Karena raja ini tidak memiliki keturunan, dia digantikan saudaranya, Ki Gede Ing Suro Mudo. |
|
SABUKING-KING
Sabokingking
adalah sebuah makam kerajaan. Nama sabokingking ini berasal dari bahasa
sanskerta. Sama dengan kerajaan Majapahit nama rajanya adalah Hayam Wuruk.
Sedangkan Sabokingking di pimpin oleh seorang raja yang bernama Pangeran Sido
Ing Kenayan. Pangeran ini berasal dari Jawa. Dan istrinya yang bernama Ratu
Sinuhun . Pangeran ini memiliki seorang guru spiritual atau penasihat yang
bernama Habib Muh. Nuh.
Berdirinya kerajaan ini, berdasarkan
ahli arkeologi diperkirakan sekitar tahun 1616-1628. Pangeran Sido Ing Kenayan
ini merupakan penyebar atau pengembang agama islam yang ada di
Palembang,Sumatera Selatan. Berkat perjuangannya, sekitar 80-85% rakyat di
Palembang ini beragama islam.
Sedangkan istri pangeran atau Ratu Sinuhun juga merupakan
pembuat peraturan-peraturan Simbur Cahaya. Artinya adalah salah satu peraturan
hukum-hukum adat yang ada di Sumatera Selatan ini. Karena pada zaman dahulu
belum ada hukum pidana,hukum perdata, dan hukum-hukum seperti yang ada saat
sekarang ini.
Yang ada pada Simbur Cahaya adalah
hukum adat. Hukum adat ini berisi tentang cara-cara kaum wanita dan laki-laki
melakukan pernikahan, melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama,
dan tradisi-tradisi lainnya. Apabila ingin lebih jelas lagi, lihat prasasti
yang telah disahkan dan diakui oleh pemerintah, ahli-ahli arkeologi, dan Negara
yang ada di depan.
Setelah Pangeran ini wafat, digantikan
oleh anaknya yang bernama Pangeran Sido Ing Rajek yang kuburannya ada di
Sako Tigo, Indralaya. Dan setelah masa jabatan keturunan-keturunan ini
berakhir, sekitar 150-200 tahun muncullah Sultan Mahmud Badaruddin, jadi SMB
itu dibawah dari kerajaan Sabokingking ini. Diatas Makam Sabokingking ini
adalah Bukit Besar yang lebih condong ke agama Hindu.
Pada
kerajaan ini, sebelum Raja Aryo Damar menjadi penganut islam, disana dulu
sebagai pusat agama Hindu yaitu yang bernama Shakyakirti dan Dharmapala. Jadi,
sampai sekarang Shakyakirti dan Dharmapala namanya di abadikan. Setelah Aryo
Damar masuk islam, maka berubahlah nama beliau menjadi Abdilla . Karena orang
Palembang menyebutnya Aryodilla, itulah sebabnya ada jalan yang namanya
Aryodilla.
Akhirnya, kerajaan Sriwijaya muncul.
Setelah itu, Sriwijaya runtuh masuklah Sabokingking ini dan menyebarkan agama
islam. Akhirnya berkuranglah penganut-penganut agama Hindu dan yang terbanyak
agama islam, termasuklah rajanya yang bernama Aryo Damar tadi memeluk agama
islam.
Dan yang dapat dibuktikan oleh ahli
arkeologi, sebelum Aryo Damar menjadi islam, terdapat kuburan-kuburan yang
menghadap ke arah timur,utara,selatan. Setelah Aryo Damar masuk islam,
kuburan-kuburan pun akhirnya menghadap kiblat (barat) bagi orang-orang yang
beragama islam.
Untuk lebih lanjutnya lagi, dapat ke
Museum SMB II dan di Museum Bala Putera Dewa di KM 5,5. Disana akan menambahi
lagi untuk bahan-bahan pelengkap data, karena disana sudah lengkap semua.
KAWAH TENGKURAP
Kawah Tengkurep – adalah sebuah
komplek pemakaman yang menjadi salah satu tempat objek wisata. Mungkin anda
bingung kenapa bisa seperti itu, jangan heran itu semua dikarenakan banyak
sekali manfaat dan wawasan tentang ilmu sejarah yang bisa kita dapatkan.
Orang – orang yang datang
berkunjung ke area pemakaman Kawah Tengkurep ini tidak hanya orang – orang
dewasa saja, anak – anak sekolah dan para mahasiswa pun sering berdatangan ke
pemakaman Kawah Tengkurep ini, sebagian dari mereka pun mengatakan bahwa mereka
sengaja datang kemari untuk mencari tahu tentang sejarah kesultanan kota
Palembang, dan juga sejarah mengenai kisah hidup sang sultan dari kuncen-kuncen
yang menjaga makam sultan dan keluarganya tersebut.
Lokasi dan Akomodasi
Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini sering di sebut sebagi kawasan
Kompleks Makam Lemahbang, karena lokasi Pemakaman Kawah Tengkurep ini terletak
di daerah Lemahbang, kota Palembang, tepatnya berada di Kelurahan 3 Ilir,
Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Sumatera Selatan. Jika diukur melalui
tepian Sungai Musi, kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini berjarak sekitar 100
meter dari sungai musi.
Untuk menuju ke Kawah Tengkurep di
kawasan Lemahbang ini, anda bisa menggunakan kendaraan pribadi, seperti yang
diketahui, daerah Lemabang ini adalah daerah di kota Palembang yang memang
masih agak kepinggir, karena memang jauh dari pusat kota, jadi kendaraan umum
yang melintasi daerah ini bisa dibilang cukup langka.
Tetapi, walaupun jauh dari pusat kota
Palembang, lokasi dari kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini sangat mudah
sekali untuk ditemukan, karena lokasinya yang tidak jauh dari jalan raya, yaitu
Jalan Perintis kemerdekaan. Tentang Komplek
Pemakaman
Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep
ini merupakan salah satu dari belasan komplek pemakaman lainnya yang tersebar
di sudut kota Palembang dan Pemakaman Kawah Tengkurep ini pun merupakan jejak
sejarah dari para ulama dan sultan di era Pemerintahan Palembang Darussalam.
Berdasarkan dari catatan
sejarah lama kota Palembang, Pemakaman Kawah Tengkurep ini dibangun pada tahun
1728 Masehi atas perintah dari Sultan Mahmud Badaruddin I atau nama lainnya
adalah Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo ( yang wafat pada tahun 1756 M ),
kalau tidak salah, itu kurang lebih tidak lama setelah masa pembangunan
Kompleks Makam atau Gubah Talang Kerangga ( 30 Ilir ) itu di selesaikan. Nama
Pemakaman Kawah Tengkurep itu sendiripun diambil dari bentuk cungkup (kubah)
-nya yang menyerupai sebuah kawah yang ditengkurapkan, atau kawah terbalik, (
kalau dalam bahasa Palembang adalah Tengkurep ).
Pemakaman Kawah Tengkurep ini di dalamnya
terdapat empat cungkup, tiga cungkup sengaja diperuntukkan bagi makam para
sultan-sultan kota Palembang dan satu cungkup lainnya untuk putra-putri Sultan
Mahmud Badaruddin, para pejabat kesultanan dan hulu-balang kesultanan kota
Palembang.
Berikut nama-nama tokoh yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep :
Berikut nama-nama tokoh yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep :
Cungkup I :
1. Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M)
2. Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah
3. Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia)
4. Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina
5. Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo)
6. Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan
1. Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M)
2. Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah
3. Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia)
4. Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina
5. Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo)
6. Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan
Cungkup II :
1. Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M)
2. Ratu Mudo (istri Pangeran Kamuk)
3. Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam Sultan)
1. Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M)
2. Ratu Mudo (istri Pangeran Kamuk)
3. Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam Sultan)
Cungkup III :
1. Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M)
2. Masayu Dalem (istri Najamuddin)
3. Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (imam Sultan dari Yaman)
1. Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M)
2. Masayu Dalem (istri Najamuddin)
3. Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (imam Sultan dari Yaman)
Cungkup IV :
1. Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi)
2. Ratu Agung (istri Bahauddin)
3. Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi)
4. Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya
1. Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi)
2. Ratu Agung (istri Bahauddin)
3. Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi)
4. Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya
TAMAN PURBAKALA KERAJAAN SRIWIJAYA
Taman ini dibangun di atas situs arkeologi Karang
Anyar yang didasari konsep-konsep pelestarian dan pemanfaatan peninggalan
purbakala. Peresmian TPKS dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22
Desember 1994. Ditandai dengan peletakan kembali replica Kedukan Bukit yang
merupakan tonggak sejarah lahirnya Kerajaan Sriwijaya.
Berdasarkan interprestasi foto udara situs
Karang Anyar merupakan bangunan air yang penting pada masa awal kerajaan
Sriwijaya ditemukan juga sisa-sisa bangunan bata, fragmen-fragmen, gerabah,
keramik, sisa perahu dan benda-benda sejarah lainnya.
Di dalam lokasi taman ini terdapat
tiga gedung utama yaitu: gedung museum yang menyimpan arkeologi peninggalan
Sriwijaya dan perahunya. Dalam perkembangan sejarah kuno Indonesia meliputi
kurun waktu ke 7-13 M. Gedung Pendopo Agung untuk keperluan pameran-pameran,
temporer, seminar dan lain-lain. Dan gedung prasasti yang menyimpan replica
prasasti Kedukan Bukit serta prasasti TPKS. Di samping itu di pulau Gempaka
terdapat berupa struktur bata hasil eksavasi. Dalam lingkungan taman ini juga
terdapat kanal-kanal
BUKIT SIGUNTANG
Daerah ini terletak di atas ketinggian 27 meter dari permukaan
laut, tepat di Kelurahan Bukit Lama. Tempat ini sampai sekarang masih tetap
dikeramatkan karena disini terdapat makam diantaranya:
1. Raja si Gentar Alam
2. Putri Kembang Dadar
3. Putri Rambut Selako
4. Panglima Bagus Kuning
5. Panglima Bagus Karang
6. Panglima Tuan Junjungan
7. Panglima Raja Batu Api
8. Panglima Jago Lawang
Berdasarkan hasil
penemuan pada tahun 1920 di sekitar bukit ini telah ditemukan sebuah patung
(arca) Budha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad
XI Masehi yang sekarang diletakkan di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin
II. Kita dapat melihat panorama Kota Palembang dari ketinggian Bukit Siguntang
dengan menempuh kendaraan umum jurusan bukit besar.
Bukit Seguntang atau kadang disebut
juga Bukit Siguntang adalah sebuah bukit kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut
yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi dan masuk dalam
wilayah kota Palembang, Sumatera Selatan. Secara administratif
situs ini termasuk kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang.
Bukit ini berjarak sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota
Palembang, dapat dicapai dengan menggunakan angkutan umum menuju jurusan Bukit
Besar.
Di
lingkungan sekitar bukit ini ditemukan beberapa temuan purbakala yang dikaitkan
dengan kerajaan Sriwijaya yang berjaya
sekitar kurun abad ke-6 sampai ke-13 masehi. Di puncak bukit ini terdapat
beberapa makam yang dipercaya sebagai leluhur warga Palembang. Oleh masyarakat
setempat, kompleks ini dianggap keramat dan menjadi tempat tujuan ziarah. Kini Kawasan ini menjadi Taman Purbakala untuk
menjaga artefak-artefak yang mungkin masih belum terungkap.
KI GEDE ING SURO
Kompleks
pemakaman kuno ini sekarang menjadi bagian dari jalur hijau (green barrier)
PT Pusri. Di kompleks pemakaman yang masuk dalam wilayah administratif
Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan IT II ini, terdapat delapan bangunan dengan
jumlah makam keseluruhan 38 buah. Salah satu tokoh yang dimakamkan di
kompleks pemakaman yang dibangun sekitar pertengahan abad XVI ini adalah Ki
Gede Ing Suro. Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu
dari 24 bangsawan (bekas Demak yang menyingkir ke Palembang setelah terjadi
kekacauan di kerajaan Islam besar di Pulau Jawa itu.Kekisruhan ini merupakan
rangkaian panjang dari sejarah kerajaan terbesar di Nusantara (setelah
Sriwijaya), yaitu Majapahit.
Raden Fatah yang lahir di Palembang adalah putra Raja Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Raden Fatah yang lahir dari Putri Cina (ada yang menyebutnya Putri Champa) setelah istri Brawijaya itu dikirim ke Palembang dan diberikan kepada putra Brawijaya, Ariodamar atau Ario Abdillah atau Ario Dillah. Setelah dewasa, Raden Fatah bersama Raden Kusen, putra Ario Dillah dengan Putri Cina dikirim kembali ke Majapahit. Oleh Brawijaya V, Raden Fatah diperintahkan untuk menetap di Demak atau Bintoro sedangkan adiknya lain bapak, Raden Kusen, diangkat sebagai Adipati di Terung. Pada masa menjelang akhir abad XV ini, Islam di Pulau Jawa mulai kuat. Saat terjadi penyerbuan oleh orang Islam terhadap Majapahit, prajurit kerajaan Hindu itu kalah dan Raja Brawijaya V menyingkir hingga kemudian mangkat. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Majapahit.
Setelah
keruntuhan Majapahit, Sunan Ngampel Denta (wali tertua dalam Walisongo)
menetapkan Raden Fatah sebagai Raja Jawa menggantikan ayahnya. Tentu saja,
dengan pemerintahan Islam. Raden Fatah, dibantu para wali, kemudian
memindahkan pusat kekuasaan dari Surabaya ke Demak sekaligus menyebarkan
agama Islam di daerah ini. Atas bantuan penguasa dan rakyat di daerah yang
sudah lepas dari Majapahit, antara lain Tuban, Gresik, Jepara, Raden Fatah
mendirikan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1481 M. Dia menjadi raja
pertama dengan gelar Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin
Panata Agama.
Raden
Fatah yang wafat sekitar tahun 1518 M, digantikan putranya, Pati Unus atau
Pangeran Sabrang Lor yang wafat tahun 1521 M. Pengganti Pati Unus adalah
Pangeran Trenggono (wafat tahun 1546 M). Wafatnya Sultan ketiga Demak ini merupakan
awal dari kisruh berkepanjangan di kerajaan Islam yang sempat berpengaruh
besar di Nusantara itu.
Tahta
kerajaan menjadi rebutan antara saudara Trenggono dengan putranya.
Saudaranya, yang dikenal sebagai Pangeran Seda Ing Lepen dibunuh putra
Trenggono, Pangeran Prawata. Prahara berlanjut dengan pembunuhan terhadap
Prawata oleh Putra Seda Ing Lepen, Arya Penangsang atau Arya Jipang pada
tahun 1549 M.
Menantu Trenggono, Pangeran Kalinyamat, juga dibunuh. Arya Penangsang akhirnya wafat dibunuh Adiwijaya menantu Trenggono yang terkenal sebagai Jaka Tingkir, Adipati penguasa Pajang ini kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Pajang. Dengan demikian, berakhir pulalah kekuasaan Demak pada tahun 1546 M setelah berjaya selama 65 tahun. Akibat kemelut itu, sebanyak 24 orang keturunan Sultan Trenggono (artinya, keturunan Raden Fatah juga) hijrah ke Palembang di bawah pimpinan Ki Gede Sido Ing Lautan. Setelah Ki Gede Sido Ing Lautan yang sempat berkuasa di Palembang wafat, digantikan putranya, Ki Gede Ing Suro. Karena raja ini tidak memiliki keturunan, dia digantikan saudaranya, Ki Gede Ing Suro Mudo. |
|
SABUKING-KING
Sabokingking
adalah sebuah makam kerajaan. Nama sabokingking ini berasal dari bahasa
sanskerta. Sama dengan kerajaan Majapahit nama rajanya adalah Hayam Wuruk.
Sedangkan Sabokingking di pimpin oleh seorang raja yang bernama Pangeran Sido
Ing Kenayan. Pangeran ini berasal dari Jawa. Dan istrinya yang bernama Ratu
Sinuhun . Pangeran ini memiliki seorang guru spiritual atau penasihat yang
bernama Habib Muh. Nuh.
Berdirinya kerajaan ini, berdasarkan
ahli arkeologi diperkirakan sekitar tahun 1616-1628. Pangeran Sido Ing Kenayan
ini merupakan penyebar atau pengembang agama islam yang ada di
Palembang,Sumatera Selatan. Berkat perjuangannya, sekitar 80-85% rakyat di
Palembang ini beragama islam.
Sedangkan istri pangeran atau Ratu Sinuhun juga merupakan
pembuat peraturan-peraturan Simbur Cahaya. Artinya adalah salah satu peraturan
hukum-hukum adat yang ada di Sumatera Selatan ini. Karena pada zaman dahulu
belum ada hukum pidana,hukum perdata, dan hukum-hukum seperti yang ada saat
sekarang ini.
Yang ada pada Simbur Cahaya adalah
hukum adat. Hukum adat ini berisi tentang cara-cara kaum wanita dan laki-laki
melakukan pernikahan, melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama,
dan tradisi-tradisi lainnya. Apabila ingin lebih jelas lagi, lihat prasasti
yang telah disahkan dan diakui oleh pemerintah, ahli-ahli arkeologi, dan Negara
yang ada di depan.
Setelah Pangeran ini wafat, digantikan
oleh anaknya yang bernama Pangeran Sido Ing Rajek yang kuburannya ada di
Sako Tigo, Indralaya. Dan setelah masa jabatan keturunan-keturunan ini
berakhir, sekitar 150-200 tahun muncullah Sultan Mahmud Badaruddin, jadi SMB
itu dibawah dari kerajaan Sabokingking ini. Diatas Makam Sabokingking ini
adalah Bukit Besar yang lebih condong ke agama Hindu.
Pada
kerajaan ini, sebelum Raja Aryo Damar menjadi penganut islam, disana dulu
sebagai pusat agama Hindu yaitu yang bernama Shakyakirti dan Dharmapala. Jadi,
sampai sekarang Shakyakirti dan Dharmapala namanya di abadikan. Setelah Aryo
Damar masuk islam, maka berubahlah nama beliau menjadi Abdilla . Karena orang
Palembang menyebutnya Aryodilla, itulah sebabnya ada jalan yang namanya
Aryodilla.
Akhirnya, kerajaan Sriwijaya muncul.
Setelah itu, Sriwijaya runtuh masuklah Sabokingking ini dan menyebarkan agama
islam. Akhirnya berkuranglah penganut-penganut agama Hindu dan yang terbanyak
agama islam, termasuklah rajanya yang bernama Aryo Damar tadi memeluk agama
islam.
Dan yang dapat dibuktikan oleh ahli
arkeologi, sebelum Aryo Damar menjadi islam, terdapat kuburan-kuburan yang
menghadap ke arah timur,utara,selatan. Setelah Aryo Damar masuk islam,
kuburan-kuburan pun akhirnya menghadap kiblat (barat) bagi orang-orang yang
beragama islam.
Untuk lebih lanjutnya lagi, dapat ke
Museum SMB II dan di Museum Bala Putera Dewa di KM 5,5. Disana akan menambahi
lagi untuk bahan-bahan pelengkap data, karena disana sudah lengkap semua.
KAWAH TENGKURAP
Kawah Tengkurep – adalah sebuah
komplek pemakaman yang menjadi salah satu tempat objek wisata. Mungkin anda
bingung kenapa bisa seperti itu, jangan heran itu semua dikarenakan banyak
sekali manfaat dan wawasan tentang ilmu sejarah yang bisa kita dapatkan.
Orang – orang yang datang
berkunjung ke area pemakaman Kawah Tengkurep ini tidak hanya orang – orang
dewasa saja, anak – anak sekolah dan para mahasiswa pun sering berdatangan ke
pemakaman Kawah Tengkurep ini, sebagian dari mereka pun mengatakan bahwa mereka
sengaja datang kemari untuk mencari tahu tentang sejarah kesultanan kota
Palembang, dan juga sejarah mengenai kisah hidup sang sultan dari kuncen-kuncen
yang menjaga makam sultan dan keluarganya tersebut.
Lokasi dan Akomodasi
Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini sering di sebut sebagi kawasan
Kompleks Makam Lemahbang, karena lokasi Pemakaman Kawah Tengkurep ini terletak
di daerah Lemahbang, kota Palembang, tepatnya berada di Kelurahan 3 Ilir,
Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Sumatera Selatan. Jika diukur melalui
tepian Sungai Musi, kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini berjarak sekitar 100
meter dari sungai musi.
Untuk menuju ke Kawah Tengkurep di
kawasan Lemahbang ini, anda bisa menggunakan kendaraan pribadi, seperti yang
diketahui, daerah Lemabang ini adalah daerah di kota Palembang yang memang
masih agak kepinggir, karena memang jauh dari pusat kota, jadi kendaraan umum
yang melintasi daerah ini bisa dibilang cukup langka.
Tetapi, walaupun jauh dari pusat kota
Palembang, lokasi dari kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini sangat mudah
sekali untuk ditemukan, karena lokasinya yang tidak jauh dari jalan raya, yaitu
Jalan Perintis kemerdekaan. Tentang Komplek
Pemakaman
Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep
ini merupakan salah satu dari belasan komplek pemakaman lainnya yang tersebar
di sudut kota Palembang dan Pemakaman Kawah Tengkurep ini pun merupakan jejak
sejarah dari para ulama dan sultan di era Pemerintahan Palembang Darussalam.
Berdasarkan dari catatan
sejarah lama kota Palembang, Pemakaman Kawah Tengkurep ini dibangun pada tahun
1728 Masehi atas perintah dari Sultan Mahmud Badaruddin I atau nama lainnya
adalah Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo ( yang wafat pada tahun 1756 M ),
kalau tidak salah, itu kurang lebih tidak lama setelah masa pembangunan
Kompleks Makam atau Gubah Talang Kerangga ( 30 Ilir ) itu di selesaikan. Nama
Pemakaman Kawah Tengkurep itu sendiripun diambil dari bentuk cungkup (kubah)
-nya yang menyerupai sebuah kawah yang ditengkurapkan, atau kawah terbalik, (
kalau dalam bahasa Palembang adalah Tengkurep ).
Pemakaman Kawah Tengkurep ini di dalamnya
terdapat empat cungkup, tiga cungkup sengaja diperuntukkan bagi makam para
sultan-sultan kota Palembang dan satu cungkup lainnya untuk putra-putri Sultan
Mahmud Badaruddin, para pejabat kesultanan dan hulu-balang kesultanan kota
Palembang.
Berikut nama-nama tokoh yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep :
Berikut nama-nama tokoh yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep :
Cungkup I :
1. Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M)
2. Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah
3. Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia)
4. Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina
5. Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo)
6. Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan
1. Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M)
2. Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah
3. Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia)
4. Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina
5. Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo)
6. Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan
Cungkup II :
1. Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M)
2. Ratu Mudo (istri Pangeran Kamuk)
3. Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam Sultan)
1. Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M)
2. Ratu Mudo (istri Pangeran Kamuk)
3. Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam Sultan)
Cungkup III :
1. Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M)
2. Masayu Dalem (istri Najamuddin)
3. Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (imam Sultan dari Yaman)
1. Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M)
2. Masayu Dalem (istri Najamuddin)
3. Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (imam Sultan dari Yaman)
Cungkup IV :
1. Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi)
2. Ratu Agung (istri Bahauddin)
3. Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi)
4. Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya
1. Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi)
2. Ratu Agung (istri Bahauddin)
3. Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi)
4. Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya
TAMAN PURBAKALA KERAJAAN SRIWIJAYA
Taman ini dibangun di atas situs arkeologi Karang
Anyar yang didasari konsep-konsep pelestarian dan pemanfaatan peninggalan
purbakala. Peresmian TPKS dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22
Desember 1994. Ditandai dengan peletakan kembali replica Kedukan Bukit yang
merupakan tonggak sejarah lahirnya Kerajaan Sriwijaya.
Berdasarkan interprestasi foto udara situs
Karang Anyar merupakan bangunan air yang penting pada masa awal kerajaan
Sriwijaya ditemukan juga sisa-sisa bangunan bata, fragmen-fragmen, gerabah,
keramik, sisa perahu dan benda-benda sejarah lainnya.
Di dalam lokasi taman ini terdapat
tiga gedung utama yaitu: gedung museum yang menyimpan arkeologi peninggalan
Sriwijaya dan perahunya. Dalam perkembangan sejarah kuno Indonesia meliputi
kurun waktu ke 7-13 M. Gedung Pendopo Agung untuk keperluan pameran-pameran,
temporer, seminar dan lain-lain. Dan gedung prasasti yang menyimpan replica
prasasti Kedukan Bukit serta prasasti TPKS. Di samping itu di pulau Gempaka
terdapat berupa struktur bata hasil eksavasi. Dalam lingkungan taman ini juga
terdapat kanal-kanal
BUKIT SIGUNTANG
Daerah ini terletak di atas ketinggian 27 meter dari permukaan
laut, tepat di Kelurahan Bukit Lama. Tempat ini sampai sekarang masih tetap
dikeramatkan karena disini terdapat makam diantaranya:
1. Raja si Gentar Alam
2. Putri Kembang Dadar
3. Putri Rambut Selako
4. Panglima Bagus Kuning
5. Panglima Bagus Karang
6. Panglima Tuan Junjungan
7. Panglima Raja Batu Api
8. Panglima Jago Lawang
Berdasarkan hasil
penemuan pada tahun 1920 di sekitar bukit ini telah ditemukan sebuah patung
(arca) Budha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad
XI Masehi yang sekarang diletakkan di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin
II. Kita dapat melihat panorama Kota Palembang dari ketinggian Bukit Siguntang
dengan menempuh kendaraan umum jurusan bukit besar.
Bukit Seguntang atau kadang disebut
juga Bukit Siguntang adalah sebuah bukit kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut
yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi dan masuk dalam
wilayah kota Palembang, Sumatera Selatan. Secara administratif
situs ini termasuk kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang.
Bukit ini berjarak sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota
Palembang, dapat dicapai dengan menggunakan angkutan umum menuju jurusan Bukit
Besar.
Di
lingkungan sekitar bukit ini ditemukan beberapa temuan purbakala yang dikaitkan
dengan kerajaan Sriwijaya yang berjaya
sekitar kurun abad ke-6 sampai ke-13 masehi. Di puncak bukit ini terdapat
beberapa makam yang dipercaya sebagai leluhur warga Palembang. Oleh masyarakat
setempat, kompleks ini dianggap keramat dan menjadi tempat tujuan ziarah. Kini Kawasan ini menjadi Taman Purbakala untuk
menjaga artefak-artefak yang mungkin masih belum terungkap.
0 komentar:
Posting Komentar