Kiai Muara Ogan
yang memiliki nama asli Massagus Haji Abdul Hamid selain membangun Masjid Kiai
Muara Ogan juga membangun Masjid Lawang Kidul. Masjid ini terletak di muara
Sungai Lawang Kidul, berdiri diatas tanjung muara pertemuan Sungai Lawangkidul
dengan Sungai Musi. Dibangun pada tahun 1310 H (1890 M), masjid ini diberi nama
Lawang Kidul, sesuai dengan posisi pintu utama masjid yang menghadap selatan,
berhadapan langsung dengan Sungai Musi.
Dilihat dari
posisi kedua masjid peninggalan Kiai Muara Ogan berada di tepi Sungai Musi,
besar kemungkinan sebagian besar aktifitas beliau berada di kawasan perairan
Sungai Musi. Biasanya beliau menggunakan perahu kayu mengarungi Sungai Musi
bersama murid-muridnya.
Arsitektur Masjid
Lawang Kidul menyerupai Masjid Agung Palembang dan Masjid Kiai Muara Ogan. Ada
ciri khas pada Masjid Lawang Kidul, yakni menara masjid memiliki tiga undakan
pada bagian tubuh menara. Kemudian, atap masjid pada bangunan utama melebar
memayungi ruangan utama di bawahnya.
Atap Masjid
Lawang Kidul memiliki tiga undakan. Uniknya, undakan kedua seakan-akan menutupi
undakan pertama. Diantara undakan kedua dan ketiga tidak ada diberi sekat
jendela. Bagian puncak atap terpasang bulan sabit. Atap ruangan mihrab tidak
sama dengan atap utama masjid. Atap mihrab dibuat sangat mirip dengan atap
kelenteng.
Material masjid
terdiri atas campuran batu kapur, putih telur dan pasir. Bahan-bahan inilah
yang mempertahankan lamanya usia bangunan. Material utama lainnya adalah kayu
unglen untuk unsur tiang, pintu, atap, dan jendela.
Pilar utama
masjid yang terdiri dari empat soko guru setinggi 8 meter dengan 12 pilar
pendamping setinggi 6 meter. Seluruh tiang masjid berbentuk segi-delapan. Empat
alang (penyangga) atap sepanjang 20 meter juga terbuat dari kayu unglen yang
disusun tanpa sambungan.
Tiang masjid lainnya terpasang di serambi. Ukurannya
sedikit lebih besar dari tiang utama di ruangan utama. Pola pahatan tiang
serambi berbentuk oval dengan sudut melengkung. Dasar dan puncak tiang dibentuk
bulatan cincin.
Bahan atap pada
mulanya genteng belah bambu, kemudian diganti dengan genteng kodok. Renovasi
masjid dilaksanakan pada kurun tahun 1983-1987 untuk mengganti beberapa bagian
masjid yang sulit dipertahankan lebih lama. Namun bentuk bangunan tidak diubah
sama sekali. Bangunan utama masjid tetap berukuran 20 meter x 20 meter.
Penambahan pada bagian tempat wudhu, toilet, kelas TK-TPA, kantor yayasan
masjid, sehingga ukuran luas masjid menjadi 40 meter x 41 meter. Perbaikan dan
penambahan dilakukan pada atap teras, pagar masjid dan turap.
Interior Masjid
Lawang Kidul lebih sederhana dari Masjid Kiai Muara Ogan. Hiasan ukiran dan
kaligrafi hanya terdapat pada mimbar dan langit-langit ruangan utama. Ukiran
kayu membentuk sulur-sulur bunga pada mimbar menunjukkan unsur budaya Melayu
yang menyatu dengan alam. Pada langit-langit ruangan utama, kaligrafi empat
sahabat utama Rasulullah SAW terbingkai serasi dengan ukiran sulur-sulur bunga
yang senada pada mimbar.
Sang pendiri
masjid, Kiai Muara Ogan, sangat gigih dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah
Sumatera Selatan yang dahulu menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang
Darussalam ini. Beliau sangat dikagumi masyarakat karena kesungguhannya
mengembangkan pendidikan Islam di Palembang. Beliau jadikan masjid sebagai
pusat penggemblengan santri-santri yang kelak akan menjadi penerus beliau
menyebarluaskan ajaran Islam hingga ke pelosok wilayah Sumatera Selatan.
Peninggalan Kiai Muara Ogan tidak hanya Masjid Lawang
Kidul dan Masjid Kiai Muara Ogan di Palembang. Beliau meninggalkan pula tiga
unit pemondokan jemaah haji di Saudi Arabia, sebuah masjid di Dusun Pedu
Pemulutan OKI-Sumatera Selatan, dan masjid di Dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir-Sumatera
Selatan.
Masjid Lawang
Kidul dan Masjid Kiai Muara Ogan sampai kini tetap menjadi kebanggaan
masyarakat Sumatera Selatan. Di tempat inilah ajaran Islam disebarluaskan dan
berkembang dengan sangat baik oleh seorang saudagar berpengetahuan agama yang
luas.
0 komentar:
Posting Komentar