CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 15 Januari 2013

kumpulan sejarah palembang


KI GEDE ING SURO

          Kompleks pemakaman kuno ini sekarang menjadi bagian dari jalur hijau (green barrier) PT Pusri. Di kompleks pemakaman yang masuk dalam wilayah administratif Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan IT II ini, terdapat delapan bangunan dengan jumlah makam keseluruhan 38 buah. Salah satu tokoh yang dimakamkan di kompleks pemakaman yang dibangun sekitar pertengahan abad XVI ini adalah Ki Gede Ing Suro. Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu dari 24 bangsawan (bekas Demak yang menyingkir ke Palembang setelah terjadi kekacauan di kerajaan Islam besar di Pulau Jawa itu.Kekisruhan ini merupakan rangkaian panjang dari sejarah kerajaan terbesar di Nusantara (setelah Sriwijaya), yaitu Majapahit.
          Raden Fatah yang lahir di Palembang adalah putra Raja Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Raden Fatah yang lahir dari Putri Cina (ada yang menyebutnya Putri Champa) setelah istri Brawijaya itu dikirim ke Palembang dan diberikan kepada putra Brawijaya, Ariodamar atau Ario Abdillah atau Ario Dillah. Setelah dewasa, Raden Fatah bersama Raden Kusen, putra Ario Dillah
dengan Putri Cina dikirim kembali ke Majapahit. Oleh Brawijaya V, Raden Fatah diperintahkan untuk menetap di Demak atau Bintoro sedangkan adiknya lain bapak, Raden Kusen, diangkat sebagai Adipati di Terung. Pada masa menjelang akhir abad XV ini, Islam di Pulau Jawa mulai kuat. Saat terjadi penyerbuan oleh orang Islam terhadap Majapahit, prajurit kerajaan Hindu itu kalah dan Raja Brawijaya V menyingkir hingga kemudian mangkat. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Majapahit.
          Setelah keruntuhan Majapahit, Sunan Ngampel Denta (wali tertua dalam Walisongo) menetapkan Raden Fatah sebagai Raja Jawa menggantikan ayahnya. Tentu saja, dengan pemerintahan Islam. Raden Fatah, dibantu para wali, kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Surabaya ke Demak sekaligus menyebarkan agama Islam di daerah ini. Atas bantuan penguasa dan rakyat di daerah yang sudah lepas dari Majapahit, antara lain Tuban, Gresik, Jepara, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1481 M. Dia menjadi raja pertama dengan gelar Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Agama.
          Raden Fatah yang wafat sekitar tahun 1518 M, digantikan putranya, Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang wafat tahun 1521 M. Pengganti Pati Unus adalah Pangeran Trenggono (wafat tahun 1546 M). Wafatnya Sultan ketiga Demak ini merupakan awal dari kisruh berkepanjangan di kerajaan Islam yang sempat berpengaruh besar di Nusantara itu.
          Tahta kerajaan menjadi rebutan antara saudara Trenggono dengan putranya. Saudaranya, yang dikenal sebagai Pangeran Seda Ing Lepen dibunuh putra Trenggono, Pangeran Prawata. Prahara berlanjut dengan pembunuhan terhadap Prawata oleh Putra Seda Ing Lepen, Arya Penangsang atau Arya Jipang pada tahun 1549 M.
          Menantu Trenggono, Pangeran Kalinyamat, juga dibunuh. Arya Penangsang akhirnya wafat dibunuh Adiwijaya menantu Trenggono yang terkenal sebagai Jaka Tingkir, Adipati penguasa Pajang ini kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Pajang.
          Dengan demikian, berakhir pulalah kekuasaan Demak pada tahun 1546 M setelah berjaya selama 65 tahun. Akibat kemelut itu, sebanyak 24 orang keturunan Sultan Trenggono (artinya, keturunan Raden Fatah juga) hijrah ke Palembang di bawah pimpinan Ki Gede Sido Ing Lautan. Setelah Ki Gede Sido Ing Lautan yang sempat berkuasa di Palembang wafat, digantikan putranya, Ki Gede Ing Suro. Karena raja ini tidak memiliki keturunan, dia digantikan saudaranya, Ki Gede Ing Suro Mudo.























SABUKING-KING
http://images.detik.com/content/2009/08/24/627/sabokingkingDLM.jpg
          Sabokingking adalah sebuah makam kerajaan. Nama sabokingking ini berasal dari bahasa sanskerta. Sama dengan kerajaan Majapahit nama rajanya adalah Hayam Wuruk. Sedangkan Sabokingking di pimpin oleh seorang raja yang bernama Pangeran Sido Ing Kenayan. Pangeran ini berasal dari Jawa. Dan istrinya yang bernama Ratu Sinuhun . Pangeran ini memiliki seorang guru spiritual atau penasihat yang bernama Habib Muh. Nuh.
Berdirinya kerajaan ini, berdasarkan ahli arkeologi diperkirakan sekitar tahun 1616-1628. Pangeran Sido Ing Kenayan ini merupakan penyebar atau pengembang agama islam yang ada di Palembang,Sumatera Selatan. Berkat perjuangannya, sekitar 80-85% rakyat di Palembang ini beragama islam.
Sedangkan istri pangeran atau Ratu Sinuhun juga merupakan pembuat peraturan-peraturan Simbur Cahaya. Artinya adalah salah satu peraturan hukum-hukum adat yang ada di Sumatera Selatan ini. Karena pada zaman dahulu belum ada hukum pidana,hukum perdata, dan hukum-hukum seperti yang ada saat sekarang ini.
Yang ada pada Simbur Cahaya adalah hukum adat. Hukum adat ini berisi tentang cara-cara kaum wanita dan laki-laki melakukan pernikahan, melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama, dan tradisi-tradisi lainnya. Apabila ingin lebih jelas lagi, lihat prasasti yang telah disahkan dan diakui oleh pemerintah, ahli-ahli arkeologi, dan Negara yang ada di depan.
Setelah Pangeran ini wafat, digantikan oleh anaknya yang bernama  Pangeran Sido Ing Rajek yang kuburannya ada di Sako Tigo, Indralaya. Dan setelah masa jabatan keturunan-keturunan ini berakhir, sekitar 150-200 tahun muncullah Sultan Mahmud Badaruddin, jadi SMB itu dibawah dari kerajaan Sabokingking ini. Diatas Makam Sabokingking ini adalah Bukit Besar yang lebih condong ke agama Hindu.
          Pada kerajaan ini, sebelum Raja Aryo Damar menjadi penganut islam, disana dulu sebagai pusat agama Hindu yaitu yang bernama Shakyakirti dan Dharmapala. Jadi, sampai sekarang Shakyakirti dan Dharmapala namanya di abadikan. Setelah Aryo Damar masuk islam, maka berubahlah nama beliau menjadi Abdilla . Karena orang Palembang menyebutnya Aryodilla, itulah sebabnya ada jalan yang namanya Aryodilla.
Akhirnya, kerajaan Sriwijaya muncul. Setelah itu, Sriwijaya runtuh masuklah Sabokingking ini dan menyebarkan agama islam. Akhirnya berkuranglah penganut-penganut agama Hindu dan yang terbanyak agama islam, termasuklah rajanya yang bernama Aryo Damar tadi memeluk agama islam.

Dan yang dapat dibuktikan oleh ahli arkeologi, sebelum Aryo Damar menjadi islam, terdapat kuburan-kuburan yang menghadap ke arah timur,utara,selatan. Setelah Aryo Damar masuk islam, kuburan-kuburan pun akhirnya menghadap kiblat (barat) bagi orang-orang yang beragama islam.
Untuk lebih lanjutnya lagi, dapat ke Museum SMB II dan di Museum Bala Putera Dewa di KM 5,5. Disana akan menambahi lagi untuk bahan-bahan pelengkap data, karena disana sudah lengkap semua.





















KAWAH TENGKURAP

          Kawah Tengkurep – adalah sebuah komplek pemakaman yang menjadi salah satu tempat objek wisata. Mungkin anda bingung kenapa bisa seperti itu, jangan heran itu semua dikarenakan banyak sekali manfaat dan wawasan tentang ilmu sejarah yang bisa kita dapatkan.
          Orang – orang yang datang berkunjung ke area pemakaman Kawah Tengkurep ini tidak hanya orang – orang dewasa saja, anak – anak sekolah dan para mahasiswa pun sering berdatangan ke pemakaman Kawah Tengkurep ini, sebagian dari mereka pun mengatakan bahwa mereka sengaja datang kemari untuk mencari tahu tentang sejarah kesultanan kota Palembang, dan juga sejarah mengenai kisah hidup sang sultan dari kuncen-kuncen yang menjaga makam sultan dan keluarganya tersebut.
Lokasi dan Akomodasi
         Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini sering di sebut sebagi kawasan Kompleks Makam Lemahbang, karena lokasi Pemakaman Kawah Tengkurep ini terletak di daerah Lemahbang, kota Palembang, tepatnya berada di Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Sumatera Selatan. Jika diukur melalui tepian Sungai Musi, kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini berjarak sekitar 100 meter dari sungai musi.
          Untuk menuju ke Kawah Tengkurep di kawasan Lemahbang ini, anda bisa menggunakan kendaraan pribadi, seperti yang diketahui, daerah Lemabang ini adalah daerah di kota Palembang yang memang masih agak kepinggir, karena memang jauh dari pusat kota, jadi kendaraan umum yang melintasi daerah ini bisa dibilang cukup langka.
          Tetapi, walaupun jauh dari pusat kota Palembang, lokasi dari kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini sangat mudah sekali untuk ditemukan, karena lokasinya yang tidak jauh dari jalan raya, yaitu Jalan Perintis kemerdekaan.                              Tentang Komplek Pemakaman
          Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini merupakan salah satu dari belasan komplek pemakaman lainnya yang tersebar di sudut kota Palembang dan Pemakaman Kawah Tengkurep ini pun merupakan jejak sejarah dari para ulama dan sultan di era Pemerintahan Palembang Darussalam.
          Berdasarkan dari catatan sejarah lama kota Palembang, Pemakaman Kawah Tengkurep ini dibangun pada tahun 1728 Masehi atas perintah dari Sultan Mahmud Badaruddin I atau nama lainnya adalah Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo ( yang wafat pada tahun 1756 M ), kalau tidak salah, itu kurang lebih tidak lama setelah masa pembangunan Kompleks Makam atau Gubah Talang Kerangga ( 30 Ilir ) itu di selesaikan. Nama Pemakaman Kawah Tengkurep itu sendiripun diambil dari bentuk cungkup (kubah) -nya yang menyerupai sebuah kawah yang ditengkurapkan, atau kawah terbalik, ( kalau dalam bahasa Palembang adalah Tengkurep ).
           Pemakaman Kawah Tengkurep ini di dalamnya terdapat empat cungkup, tiga cungkup sengaja diperuntukkan bagi makam para sultan-sultan kota Palembang dan satu cungkup lainnya untuk putra-putri Sultan Mahmud Badaruddin, para pejabat kesultanan dan hulu-balang kesultanan kota Palembang.
Berikut nama-nama tokoh yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep :
Cungkup I :
1. Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M)
2. Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah
3. Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia)
4. Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina
5. Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo)
6. Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan
Cungkup II :
1. Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M)
2. Ratu Mudo (istri Pangeran Kamuk)
3. Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam Sultan)
Cungkup III :
1. Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M)
2. Masayu Dalem (istri Najamuddin)
3. Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (imam Sultan dari Yaman)
Cungkup IV :
1. Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi)
2. Ratu Agung (istri Bahauddin)
3. Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi)
4. Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya






























TAMAN PURBAKALA KERAJAAN SRIWIJAYA
         
Taman ini dibangun di atas situs arkeologi Karang Anyar yang didasari konsep-konsep pelestarian dan pemanfaatan peninggalan purbakala. Peresmian TPKS dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22 Desember 1994. Ditandai dengan peletakan kembali replica Kedukan Bukit yang merupakan tonggak sejarah lahirnya Kerajaan Sriwijaya.
          Berdasarkan interprestasi foto udara situs Karang Anyar merupakan bangunan air yang penting pada masa awal kerajaan Sriwijaya ditemukan juga sisa-sisa bangunan bata, fragmen-fragmen, gerabah, keramik, sisa perahu dan benda-benda sejarah lainnya.
          Di dalam lokasi taman ini terdapat tiga gedung utama yaitu: gedung museum yang menyimpan arkeologi peninggalan Sriwijaya dan perahunya. Dalam perkembangan sejarah kuno Indonesia meliputi kurun waktu ke 7-13 M. Gedung Pendopo Agung untuk keperluan pameran-pameran, temporer, seminar dan lain-lain. Dan gedung prasasti yang menyimpan replica prasasti Kedukan Bukit serta prasasti TPKS. Di samping itu di pulau Gempaka terdapat berupa struktur bata hasil eksavasi. Dalam lingkungan taman ini juga terdapat kanal-kanal























BUKIT SIGUNTANG
http://sjisumsel.files.wordpress.com/2010/06/bukit-siguntang-29j.jpg
Daerah ini terletak di atas ketinggian 27 meter dari permukaan laut, tepat di Kelurahan Bukit Lama. Tempat ini sampai sekarang masih tetap dikeramatkan karena disini terdapat makam diantaranya:
1.      Raja si Gentar Alam
2.      Putri Kembang Dadar
3.      Putri Rambut Selako
4.      Panglima Bagus Kuning
5.      Panglima Bagus Karang
6.      Panglima Tuan Junjungan
7.      Panglima Raja Batu Api
8.      Panglima Jago Lawang

         Berdasarkan hasil penemuan pada tahun 1920 di sekitar bukit ini telah ditemukan sebuah patung (arca) Budha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad XI Masehi yang sekarang diletakkan di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Kita dapat melihat panorama Kota Palembang dari ketinggian Bukit Siguntang dengan menempuh kendaraan umum jurusan bukit besar.
           Bukit Seguntang atau kadang disebut juga Bukit Siguntang adalah sebuah bukit kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi dan masuk dalam wilayah kota PalembangSumatera Selatan. Secara administratif situs ini termasuk kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang. Bukit ini berjarak sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota Palembang, dapat dicapai dengan menggunakan angkutan umum menuju jurusan Bukit Besar.
          Di lingkungan sekitar bukit ini ditemukan beberapa temuan purbakala yang dikaitkan dengan kerajaan Sriwijaya yang berjaya sekitar kurun abad ke-6 sampai ke-13 masehi. Di puncak bukit ini terdapat beberapa makam yang dipercaya sebagai leluhur warga Palembang. Oleh masyarakat setempat, kompleks ini dianggap keramat dan menjadi tempat tujuan ziarah. Kini Kawasan ini menjadi Taman Purbakala untuk menjaga artefak-artefak yang mungkin masih belum terungkap.


 KI GEDE ING SURO

          Kompleks pemakaman kuno ini sekarang menjadi bagian dari jalur hijau (green barrier) PT Pusri. Di kompleks pemakaman yang masuk dalam wilayah administratif Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan IT II ini, terdapat delapan bangunan dengan jumlah makam keseluruhan 38 buah. Salah satu tokoh yang dimakamkan di kompleks pemakaman yang dibangun sekitar pertengahan abad XVI ini adalah Ki Gede Ing Suro. Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu dari 24 bangsawan (bekas Demak yang menyingkir ke Palembang setelah terjadi kekacauan di kerajaan Islam besar di Pulau Jawa itu.Kekisruhan ini merupakan rangkaian panjang dari sejarah kerajaan terbesar di Nusantara (setelah Sriwijaya), yaitu Majapahit.
          Raden Fatah yang lahir di Palembang adalah putra Raja Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Raden Fatah yang lahir dari Putri Cina (ada yang menyebutnya Putri Champa) setelah istri Brawijaya itu dikirim ke Palembang dan diberikan kepada putra Brawijaya, Ariodamar atau Ario Abdillah atau Ario Dillah. Setelah dewasa, Raden Fatah bersama Raden Kusen, putra Ario Dillah
dengan Putri Cina dikirim kembali ke Majapahit. Oleh Brawijaya V, Raden Fatah diperintahkan untuk menetap di Demak atau Bintoro sedangkan adiknya lain bapak, Raden Kusen, diangkat sebagai Adipati di Terung. Pada masa menjelang akhir abad XV ini, Islam di Pulau Jawa mulai kuat. Saat terjadi penyerbuan oleh orang Islam terhadap Majapahit, prajurit kerajaan Hindu itu kalah dan Raja Brawijaya V menyingkir hingga kemudian mangkat. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Majapahit.
          Setelah keruntuhan Majapahit, Sunan Ngampel Denta (wali tertua dalam Walisongo) menetapkan Raden Fatah sebagai Raja Jawa menggantikan ayahnya. Tentu saja, dengan pemerintahan Islam. Raden Fatah, dibantu para wali, kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Surabaya ke Demak sekaligus menyebarkan agama Islam di daerah ini. Atas bantuan penguasa dan rakyat di daerah yang sudah lepas dari Majapahit, antara lain Tuban, Gresik, Jepara, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1481 M. Dia menjadi raja pertama dengan gelar Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Agama.
          Raden Fatah yang wafat sekitar tahun 1518 M, digantikan putranya, Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang wafat tahun 1521 M. Pengganti Pati Unus adalah Pangeran Trenggono (wafat tahun 1546 M). Wafatnya Sultan ketiga Demak ini merupakan awal dari kisruh berkepanjangan di kerajaan Islam yang sempat berpengaruh besar di Nusantara itu.
          Tahta kerajaan menjadi rebutan antara saudara Trenggono dengan putranya. Saudaranya, yang dikenal sebagai Pangeran Seda Ing Lepen dibunuh putra Trenggono, Pangeran Prawata. Prahara berlanjut dengan pembunuhan terhadap Prawata oleh Putra Seda Ing Lepen, Arya Penangsang atau Arya Jipang pada tahun 1549 M.
          Menantu Trenggono, Pangeran Kalinyamat, juga dibunuh. Arya Penangsang akhirnya wafat dibunuh Adiwijaya menantu Trenggono yang terkenal sebagai Jaka Tingkir, Adipati penguasa Pajang ini kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Pajang.
          Dengan demikian, berakhir pulalah kekuasaan Demak pada tahun 1546 M setelah berjaya selama 65 tahun. Akibat kemelut itu, sebanyak 24 orang keturunan Sultan Trenggono (artinya, keturunan Raden Fatah juga) hijrah ke Palembang di bawah pimpinan Ki Gede Sido Ing Lautan. Setelah Ki Gede Sido Ing Lautan yang sempat berkuasa di Palembang wafat, digantikan putranya, Ki Gede Ing Suro. Karena raja ini tidak memiliki keturunan, dia digantikan saudaranya, Ki Gede Ing Suro Mudo.























SABUKING-KING
http://images.detik.com/content/2009/08/24/627/sabokingkingDLM.jpg
          Sabokingking adalah sebuah makam kerajaan. Nama sabokingking ini berasal dari bahasa sanskerta. Sama dengan kerajaan Majapahit nama rajanya adalah Hayam Wuruk. Sedangkan Sabokingking di pimpin oleh seorang raja yang bernama Pangeran Sido Ing Kenayan. Pangeran ini berasal dari Jawa. Dan istrinya yang bernama Ratu Sinuhun . Pangeran ini memiliki seorang guru spiritual atau penasihat yang bernama Habib Muh. Nuh.
Berdirinya kerajaan ini, berdasarkan ahli arkeologi diperkirakan sekitar tahun 1616-1628. Pangeran Sido Ing Kenayan ini merupakan penyebar atau pengembang agama islam yang ada di Palembang,Sumatera Selatan. Berkat perjuangannya, sekitar 80-85% rakyat di Palembang ini beragama islam.
Sedangkan istri pangeran atau Ratu Sinuhun juga merupakan pembuat peraturan-peraturan Simbur Cahaya. Artinya adalah salah satu peraturan hukum-hukum adat yang ada di Sumatera Selatan ini. Karena pada zaman dahulu belum ada hukum pidana,hukum perdata, dan hukum-hukum seperti yang ada saat sekarang ini.
Yang ada pada Simbur Cahaya adalah hukum adat. Hukum adat ini berisi tentang cara-cara kaum wanita dan laki-laki melakukan pernikahan, melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama, dan tradisi-tradisi lainnya. Apabila ingin lebih jelas lagi, lihat prasasti yang telah disahkan dan diakui oleh pemerintah, ahli-ahli arkeologi, dan Negara yang ada di depan.
Setelah Pangeran ini wafat, digantikan oleh anaknya yang bernama  Pangeran Sido Ing Rajek yang kuburannya ada di Sako Tigo, Indralaya. Dan setelah masa jabatan keturunan-keturunan ini berakhir, sekitar 150-200 tahun muncullah Sultan Mahmud Badaruddin, jadi SMB itu dibawah dari kerajaan Sabokingking ini. Diatas Makam Sabokingking ini adalah Bukit Besar yang lebih condong ke agama Hindu.
          Pada kerajaan ini, sebelum Raja Aryo Damar menjadi penganut islam, disana dulu sebagai pusat agama Hindu yaitu yang bernama Shakyakirti dan Dharmapala. Jadi, sampai sekarang Shakyakirti dan Dharmapala namanya di abadikan. Setelah Aryo Damar masuk islam, maka berubahlah nama beliau menjadi Abdilla . Karena orang Palembang menyebutnya Aryodilla, itulah sebabnya ada jalan yang namanya Aryodilla.
Akhirnya, kerajaan Sriwijaya muncul. Setelah itu, Sriwijaya runtuh masuklah Sabokingking ini dan menyebarkan agama islam. Akhirnya berkuranglah penganut-penganut agama Hindu dan yang terbanyak agama islam, termasuklah rajanya yang bernama Aryo Damar tadi memeluk agama islam.

Dan yang dapat dibuktikan oleh ahli arkeologi, sebelum Aryo Damar menjadi islam, terdapat kuburan-kuburan yang menghadap ke arah timur,utara,selatan. Setelah Aryo Damar masuk islam, kuburan-kuburan pun akhirnya menghadap kiblat (barat) bagi orang-orang yang beragama islam.
Untuk lebih lanjutnya lagi, dapat ke Museum SMB II dan di Museum Bala Putera Dewa di KM 5,5. Disana akan menambahi lagi untuk bahan-bahan pelengkap data, karena disana sudah lengkap semua.





















KAWAH TENGKURAP

          Kawah Tengkurep – adalah sebuah komplek pemakaman yang menjadi salah satu tempat objek wisata. Mungkin anda bingung kenapa bisa seperti itu, jangan heran itu semua dikarenakan banyak sekali manfaat dan wawasan tentang ilmu sejarah yang bisa kita dapatkan.
          Orang – orang yang datang berkunjung ke area pemakaman Kawah Tengkurep ini tidak hanya orang – orang dewasa saja, anak – anak sekolah dan para mahasiswa pun sering berdatangan ke pemakaman Kawah Tengkurep ini, sebagian dari mereka pun mengatakan bahwa mereka sengaja datang kemari untuk mencari tahu tentang sejarah kesultanan kota Palembang, dan juga sejarah mengenai kisah hidup sang sultan dari kuncen-kuncen yang menjaga makam sultan dan keluarganya tersebut.
Lokasi dan Akomodasi
         Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini sering di sebut sebagi kawasan Kompleks Makam Lemahbang, karena lokasi Pemakaman Kawah Tengkurep ini terletak di daerah Lemahbang, kota Palembang, tepatnya berada di Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang, Sumatera Selatan. Jika diukur melalui tepian Sungai Musi, kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini berjarak sekitar 100 meter dari sungai musi.
          Untuk menuju ke Kawah Tengkurep di kawasan Lemahbang ini, anda bisa menggunakan kendaraan pribadi, seperti yang diketahui, daerah Lemabang ini adalah daerah di kota Palembang yang memang masih agak kepinggir, karena memang jauh dari pusat kota, jadi kendaraan umum yang melintasi daerah ini bisa dibilang cukup langka.
          Tetapi, walaupun jauh dari pusat kota Palembang, lokasi dari kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini sangat mudah sekali untuk ditemukan, karena lokasinya yang tidak jauh dari jalan raya, yaitu Jalan Perintis kemerdekaan.                              Tentang Komplek Pemakaman
          Kompleks Pemakaman Kawah Tengkurep ini merupakan salah satu dari belasan komplek pemakaman lainnya yang tersebar di sudut kota Palembang dan Pemakaman Kawah Tengkurep ini pun merupakan jejak sejarah dari para ulama dan sultan di era Pemerintahan Palembang Darussalam.
          Berdasarkan dari catatan sejarah lama kota Palembang, Pemakaman Kawah Tengkurep ini dibangun pada tahun 1728 Masehi atas perintah dari Sultan Mahmud Badaruddin I atau nama lainnya adalah Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo ( yang wafat pada tahun 1756 M ), kalau tidak salah, itu kurang lebih tidak lama setelah masa pembangunan Kompleks Makam atau Gubah Talang Kerangga ( 30 Ilir ) itu di selesaikan. Nama Pemakaman Kawah Tengkurep itu sendiripun diambil dari bentuk cungkup (kubah) -nya yang menyerupai sebuah kawah yang ditengkurapkan, atau kawah terbalik, ( kalau dalam bahasa Palembang adalah Tengkurep ).
           Pemakaman Kawah Tengkurep ini di dalamnya terdapat empat cungkup, tiga cungkup sengaja diperuntukkan bagi makam para sultan-sultan kota Palembang dan satu cungkup lainnya untuk putra-putri Sultan Mahmud Badaruddin, para pejabat kesultanan dan hulu-balang kesultanan kota Palembang.
Berikut nama-nama tokoh yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep :
Cungkup I :
1. Sultan Mahmud Badaruddin I (wafat tahun 1756 M)
2. Ratu Sepuh, istri pertama yang berasal dari Jawa Tengah
3. Ratu Gading, istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia)
4. Mas Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari Cina
5. Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo)
6. Imam Sayyid Idrus Al Idrus dari Yaman Selatan
Cungkup II :
1. Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun 1755 M)
2. Ratu Mudo (istri Pangeran Kamuk)
3. Sayyid Yusuf Al Angkawi (Imam Sultan)
Cungkup III :
1. Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776 M)
2. Masayu Dalem (istri Najamuddin)
3. Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (imam Sultan dari Yaman)
Cungkup IV :
1. Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803 Masehi)
2. Ratu Agung (istri Bahauddin)
3. Datuk Murni Hadad (Imam Sultan dari Arab Saudi)
4. Beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya






























TAMAN PURBAKALA KERAJAAN SRIWIJAYA
         
Taman ini dibangun di atas situs arkeologi Karang Anyar yang didasari konsep-konsep pelestarian dan pemanfaatan peninggalan purbakala. Peresmian TPKS dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22 Desember 1994. Ditandai dengan peletakan kembali replica Kedukan Bukit yang merupakan tonggak sejarah lahirnya Kerajaan Sriwijaya.
          Berdasarkan interprestasi foto udara situs Karang Anyar merupakan bangunan air yang penting pada masa awal kerajaan Sriwijaya ditemukan juga sisa-sisa bangunan bata, fragmen-fragmen, gerabah, keramik, sisa perahu dan benda-benda sejarah lainnya.
          Di dalam lokasi taman ini terdapat tiga gedung utama yaitu: gedung museum yang menyimpan arkeologi peninggalan Sriwijaya dan perahunya. Dalam perkembangan sejarah kuno Indonesia meliputi kurun waktu ke 7-13 M. Gedung Pendopo Agung untuk keperluan pameran-pameran, temporer, seminar dan lain-lain. Dan gedung prasasti yang menyimpan replica prasasti Kedukan Bukit serta prasasti TPKS. Di samping itu di pulau Gempaka terdapat berupa struktur bata hasil eksavasi. Dalam lingkungan taman ini juga terdapat kanal-kanal























BUKIT SIGUNTANG
http://sjisumsel.files.wordpress.com/2010/06/bukit-siguntang-29j.jpg
Daerah ini terletak di atas ketinggian 27 meter dari permukaan laut, tepat di Kelurahan Bukit Lama. Tempat ini sampai sekarang masih tetap dikeramatkan karena disini terdapat makam diantaranya:
1.      Raja si Gentar Alam
2.      Putri Kembang Dadar
3.      Putri Rambut Selako
4.      Panglima Bagus Kuning
5.      Panglima Bagus Karang
6.      Panglima Tuan Junjungan
7.      Panglima Raja Batu Api
8.      Panglima Jago Lawang

         Berdasarkan hasil penemuan pada tahun 1920 di sekitar bukit ini telah ditemukan sebuah patung (arca) Budha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad XI Masehi yang sekarang diletakkan di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Kita dapat melihat panorama Kota Palembang dari ketinggian Bukit Siguntang dengan menempuh kendaraan umum jurusan bukit besar.
           Bukit Seguntang atau kadang disebut juga Bukit Siguntang adalah sebuah bukit kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi dan masuk dalam wilayah kota PalembangSumatera Selatan. Secara administratif situs ini termasuk kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang. Bukit ini berjarak sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota Palembang, dapat dicapai dengan menggunakan angkutan umum menuju jurusan Bukit Besar.
          Di lingkungan sekitar bukit ini ditemukan beberapa temuan purbakala yang dikaitkan dengan kerajaan Sriwijaya yang berjaya sekitar kurun abad ke-6 sampai ke-13 masehi. Di puncak bukit ini terdapat beberapa makam yang dipercaya sebagai leluhur warga Palembang. Oleh masyarakat setempat, kompleks ini dianggap keramat dan menjadi tempat tujuan ziarah. Kini Kawasan ini menjadi Taman Purbakala untuk menjaga artefak-artefak yang mungkin masih belum terungkap.



0 komentar:

Posting Komentar