Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat
Sriwijaya- Informasi tentang Sriwijaya diperoleh dari beberapa sumber,
baik dalam negeri maupun luar negeri. Sumber-sumber lokal yang memberikan
informasi tentang Sriwijaya ini kebanyakan berupa batu tulis atau prasasti, di
antaranya: Prasasti Kedukan Bukit (683), Talang Tuo (684), Kota Kapur (686),
Telaga Batu (683), dan Karang Berahi. Sedangkan sumber luar negeri terdiri dari
Prasasti Ligor (775) di Malaysia, Prasasti Nalanda (860) di India dan
berita-berita pendeta I-Tsing dari Cina.
Prasasti Kedukan Bukit menyatakan bahwa Dapunta
Hyang mengadakan perjalanan suci (sidhayarta) dengan perahu dan
membawa 2.000 orang. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil menaklukkan
beberapa daerah. Prasasti Talang Tuwo menyatakan pembuatan taman
bernama Sriksetra yang oleh Dapunta Hyang untuk kemakmuran semua
makhluk. Prasasti Telaga Batu menyatakan kutukan bagi rakyat yang melakukan
kejahatan dan tidak taat pada perintah raja. Prasasti Kota Kapur menyatakan
usaha penaklukan Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.
Prasasti Karang Berahi menyatakan permintaan agar
dewa menjaga Sriwijaya dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat.
Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, dan Telaga Batu yang ditemukan di dekat
Palembang menceritakan letak pusat Sriwijaya yang ada di dekat Palembang.
Prasasti Kota Kapur dan Karang Berahi yang ditemukan di Bangka dan Jambi
menceritakan wilayah kekuasaan Sriwijaya sampai ke Pulau Bangka dan Melayu.
Selain prasasti, sumber sejarah tentang Kerajaan
Sriwijaya dapat kita ketahui dari prasasti di Indocina dan India serta catatan
Cina dan Arab. Catatan Cina berasal dari I Tsing, rahib Buddha. Sedangkan catatan
Timur Tengah berasal dari Raihan Al Baruni. Sriwijaya sebagai kerajaan bercorak
Buddha dalam perkembangannya mampu berperan penting sebagai:
(a) Pusat
perdagangan internasional, peranan ini dimiliki oleh Sriwijaya karena Sriwijaya
berkembang sebagai kerajaan maritim, mempunyai kapal-kapal dagang yang besar
jumlahnya. Sriwijaya memiliki angkatan laut yang kuat serta posisi strategis
Sriwijaya yang berada di jalur perdagangan internasional.
(b) Tempat
membina ilmu dan agama, menurut catatan pendeta Itsing disebutkan bahwa untuk
memperdalam ajaran agama Buddha sebelum pergi ke India, para calon rahib
terlebih dahulu mempersiapkan diri di Sriwijaya, dan untuk mempertahankan peran
Sriwijaya sebagai tempat memperdalam ajaran Buddha, raja Balaputradewa mengirim
pelajar-pelajarnya ke India untuk memperdalam ajaran Buddha, hal ini dibuktikan
dalam Prasasti Nalanda di India Selatan. Ada dua kronik Cina yang menggambarkan
keberadaan Sriwijaya, yakni catatan masa Dinasti Tang dan catatan I-Tsing.
Dalam catatan Dinasti Tang disebutkan bahwa Sriwijaya telah beberapa kali
mengirimkan utusan ke Cina. Utusan itu datang tahun 971, 972, 974, 975, 980 dan
983 M. ketika hendak pulang, utusan itu tertahan di Kanton, Cina bagian
selatan, karena negerinya sedang berperang melawan Raja Jawa. Sementara catatan
I-Tsing menyebutkan bahwa dalam perjalanan ziarahnya ke India di tahun 672 M,
ia singgah terlebih dulu di Sriwijaya. Dari Sriwijaya, ia melanjutkan
perjalanannya ke Melayu, Jambi, kemudian ke India. Dalam perjalanan pulang, ia
kembali singgah di Sriwijaya selama 5 tahun. Di sana, ia menerjemahkan kitab
suci agama Buddha ke dalam bahasa Cina. Diceritakan pula bahwa saat itu Melayu
sudah menjadi wilayah Sriwijaya. Keunggulan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan
dan pusat Buddha ditunjang oleh politik luar negerinya yang cenderung
diplomatis. Diplomasi ini dilaksanakan untuk mengontrol hubungan dagang di
wilayah Selat Malaka. Dengan sejumlah bandar penting di daerahnya, Sriwijaya
menawarkan jaminan perlindungan keamanan. Tawaran itu dapat bersifat halus,
dapat pula keras. Untuk itu, Sriwijaya membangun armada maritim yang kuat.
Diplomasi ini juga dilakukan untuk membentuk persekutuan dengan kerajaan
tetangga. Dengan diplomasi seperti ini, Sriwijaya mampu menanamkan pengaruhnya
di sepanjang timur Sumatera, Semenanjung Melayu, Kalimantan, dan Jawa Barat.
Diplomasi ala Sriwijaya ini juga diarahkan untuk membendung pengaruh Cina,
India, dan Jawa di Selat Malaka. Untuk hubungan dagang dengan Cina, Sriwijaya
melakukannya dengan mengutus utusan secara teratur. Siasat ini dimaksudkan
untuk meminta perlindungan Cina dari serangan Jawa. Kerja sama antara Sriwijaya
dengan Cholamandala terbukti dengan adanya Piagam Besar Leiden. Piagam ini
adalah sebuah prasasti dari lempengan tembaga yang berasal dari India Selatan,
ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Tamil.
Dari prasasti-prasasti lain yang ditemukan, tidak
diketahui siapa raja pertama Sriwijaya. Petunjuk pertama tentang raja Sriwijaya
baru ditemukan pada Prasasti Kedukan Bukit. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa
pada masa pemerintahan Raja Dapunta Hyang, Sriwijaya berhasil memperluas
kekuasaannya hingga ke Jambi.
Raja lain yang pernah memerintah Sriwijaya adalah
Balaputeradewa. Dalam masa pemerintahan Raja Balaputradewa ini, Sriwijaya
mengalami masa keemasan. Raja Balaputradewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan
perdagangan. Ia juga menjalin hubungan yang baik dengan kerajaan-kerajaan di
luar negeri, seperti Kerajaan Benggala dan Chola di India. Bahkan pada masa
pemerintahan Balaputeradewa ini, Sriwijaya dikenal sebagai pusat perdagangan
dan penyebaran Buddha di Asia Tenggara. Raja Sriwijaya yang lain adalah
Sanggrama Wijayatunggawarman. Dalam masa pemerintahan raja ini, Sriwijaya
berhasil ditaklukkan oleh Kerajaan Chola. RajaWijayatunggawarman berhasil ditawan.
Namun, pada masa Rajendracholadewadari Cholamandala (1024 dan 1030),
Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.
Sriwijaya mengalami kemunduran pada abad ke-13.
Saat itu, terjadi pengendapan yang sangat cepat di muara Sungai Musi. Hal ini
mengakibatkan pusat kota di Palembang semakin jauh dari laut dan menjadikannya
tidak strategis lagi sebagai pelabuhan pusat perdagangan. Keadaan ini
memperlemah perekonomian Sriwijaya. Apalagi Sriwijaya semakin sulit mengontrol
daerah kekuasaannya yang begitu luas karena kemampuan militernya yang semakin
merosot. Akibatnya, banyak daerah taklukan yang melepaskan diri dari Sriwijaya.
Pada masa ini, Sriwijaya juga mendapat banyak
serangan dari luar. Di antaranya serangan Dharmawangsa Teguh dari Jawa yang
terjadi tahun 992 M; serangan Rajendracholadewa dari Cholamandala tahun 1024,
1030, dan 1068; serangan dari Kertanegara Singasari tahun 1275; dan serangan
Majapahit yang dipimpin Gajah Mada tahun 1377. Sriwijaya, menurut sebuah
catatan Cina, pada 1225 M, Palembang, ibukota Sriwijaya, telah dikuasai oleh
Kerajaan Melayu.
Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Sriwijaya
Sriwijaya adalah sebuah negara maritim yang mempunyai hubungan perdagangan
internasional. Para pedagang dari berbagai bangsa, seperti Cina, anak benua India
(Gujarat, Urdu-Pakistan, dan Tamil), Sri Lanka, dan Campa datang ke Sriwijaya.
Bukan tidak mungkin terjadi perkawinan campur antara para pedagang asing
tersebut dengan penduduk asli Sriwijaya. Hal ini dapat kita simpulkan dari
berita I-Tsing yang menyebutkan banyaknya kapal asing yang datang ke Sriwijaya.
Para pelaut ini tinggal beberapa lama di Sriwijaya menunggu datangnya
pergantian angin yang akan membawa mereka berlayar menuju tempat tujuan.
Jelaslah bahwa transportasi laut dan Sungai Musi di Palembang sangat membantu
Sriwijaya dalam mengembangkan pertumbuhan ekonominya.
Dengan kenyataan ini, masyarakat Sriwijaya
diperkirakan sangat majemuk. Mereka juga telah mengenal pembagian
(stratifikasi) sosial walaupun tidak begitu tegas. Hal ini bisa kita lihat dari
beberapa istilah dalam Prasasti Kota Kapur yang menunjukkan kedudukan para
bangsawan terdiri dari para putera raja dan kerabat istana. Adanya
istilah yuwaraja (putra mahkota), pratiyuwaraja (putra raja
kedua), dan rajakuman (putra raja ketiga) menunjukkan hal itu.
Ditemukan juga istilah-istilah yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan
tertentu seperti jabatan nahkoda kapal yang
disebut puhavam ataupuhawan , bupati, dan senopati.
Prasasti Kota Kapur juga menggambarkan adanya kelompok masyarakat yang memiliki
profesi tertentu sebagai tenaga kerja, seperti saudagar, tukang cuci, juru
tulis, pembuat pisau, dan budak-belian yang dipekerjakan oleh raja.
Sebagai negara maritim, diyakini bahwa perdagangan
merupakan bidang andalan Sriwijaya. Hal ini bisa dilihat dari letak
geografisnya yang berada di tengah-tengah jalur perdagangan antara India dan
Cina. Apalagi setelah Selat Malaka berhasil dikuasai Sriwijaya, banyak kapal
asing yang singgah di pelabuhan ini untuk menambah perbekalan (nasi, daging,
air minum), beristirahat, dan melakukan perdagangan. Untuk mengontrol aktifitas
perdagangan di Selat Malaka, penguasa Sriwijaya membangun sebuah bandar di
Ligor (Malaysia). Hal ini diketahui dari Prasasti Ligor yang bertahun 775 M.
Alat batu penggiling (peninggalan budaya
megalitikum zaman prasejarah) serpihan emas yang digunakan pada abad ke- 7 pada
masa Sriwijaya; terlihat bahwa profesi pendulang emas telah ada pada masa itu
Pengiriman hadiah dari pedagang dan upeti dari
raja-raja taklukan kepada raja Sriwijaya merupakan ketentuan hukum. Sriwijaya
sebagai tuan rumah sekaligus negara niaga dan maritim, yang sering dikunjungi
oleh pedagang asing maka Sriwijaya berhak menentukan jumlah atau harga pajak
yang harus dipatuhi oleh para pedagang bersangkutan. Selain perdagangan, rakyat
Sriwijaya mengandalkan pertanian. Hal ini bisa kita simpulkan dari
tulisan Abu Zaid Hasan, pelaut Persia, yang mendapat keterangan dari
seorang pedagang Arab bernama Sulaiman. Abu Zaid Hasan menceritakan
bahwa Zabaq (Sriwijaya) memiliki tanah yang subur dan wilayah
kekuasaan yang luas hingga ke seberang lautan. Dengan tanah yang subur,
Sriwijaya kemungkinan memiliki hasil pertanian yang cukup diminati para
pedagang asing. Apalagi wilayah Sriwijaya demikian luas hingga mencapai ke
pedalaman Sumatera dan Jawa. Sementara itu, masalah penguasaan tanah pada masa
Sriwijaya dapat dilihat dari Prasasti Kedukan Bukit yang membahas taman
Sriksetra. Diduga, masalah kepemilikan tanah ini sepenuhnya hak raja. Kehidupan
ekonomi dan sosial Kerajaan Melayu tak jauh berbeda dengan Sriwijaya. Kaum
bangsawannya memeluk Buddha, masyarakatnya sebagian besar memeluk keyakinan
tradisional.
2 komentar:
sangat mmbantu!!!
makasih ya??? sangat mmbantu...
Posting Komentar