Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah
campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu
kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku
yang mendiami Jakarta antara lain,Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari
penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar,
seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi
berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa di Indonesia, untuk itu
diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan dalam perdagangan yaitu Bahasa Melayu.
Penduduk asli yang berbahasa Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu
tersebut.
Walau demikian, masih banyak nama daerah dan
nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata
Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain yang masih sesuai
dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[45] yang saat ini
disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di
Jakarta adalah Bahasa Indonesia,
bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi.
Untuk penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan
bahasa leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga digunakan
oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis,Inggris dan Tionghoa. Hal
demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu.
Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di
kalangan anak muda dengan kata-kata yang kadang-kadang dicampur dengan bahasa
asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa
asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk kepentingan diplomatik,
pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi
bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis Tionghoa.
0 komentar:
Posting Komentar